Senin, 28 November 2016

Inilah Hari

Berlari mengejar mimpi akan indahnya pagi, kudapati senyum mentari yang tersipu menyapu isi jagat.
Kukatakan pada diri, "Bangunlah, lihatlah hari sudah menunggu untuk kau basuh ke wajah yang berseri".
Ku buka tirai pagi dan kusibakkan selimut malam menuju ke alam sadar.
Suara alam pun berdendang riang.

Berlari mengejar mimpi akan semangatnya hari, kudapati mentari dengan sinar yang berbinar, sangar.
Kukatakan pada diri, "Hadapilah, lihatlah hari sudah menunggu untuk kau gapai segala yang kau mau".
Ku jalani hari dengan percaya diri tanpa ragu di hati.
Alam pun bersuara riang dan senang.

Berlari mengejar mimpi akan letihnya hari, kudapati mentari yang bersembunyi.
Kukatakan pada diri, "kembalilah, lihatlah hari sudah lelah, mengalah pada sombongnya hari.
Kulangkahkan diri  bersama kaki kaki menuju senja yang kian merona.
Suara alam pun berganti nada.

Berlari mengejar mimpi akan gelapnya hari, kudapati hitam kelam tanpa pekat. cahaya alam berganti.
Kukatakan pada diri, "Rebahkan, nikmati mimpi di malam yang akan menghampiri".
ku tarik selimut kabut dan menanti ilusi kembali.
Senyap dan sunyi menanti pagi.

Rabu, 23 November 2016

Bunga

Bunga telah sirna, layu karna sinar yang membakar sepanjang waktu. Berlalu tanpa menunggu laju waktu yang tak mau menunggu.
Bunga merana karna lara yang ia rasa kian menyiksa jiwa.
Bunga menangis, mengais sisa derita yang tak mau menipis.
Bunga.... Bunga.... Bunga......

Satu kata yang indah ternyata menyimpan berjuta kisah.

Aku dan Alamku

Dear Alam,

kuletakkan berjuta harapan padamu, tapi harapan itu pun aku hancurkan sendiri. Entah bagaimana dan kenapa?.
karna kau belum memberikan satu kepastian akan langkahku, maka aku pun mundur secara teratur dengan sendirinya.
kuminta bimbinganmu, tapi akupun meninggalkannya tanpa mengucapkan kata permisi kepadmu. Aku tidak marah dan tidak berhak untuk marah! tapi rasa kecewa karna apa yang dinginkan dan kenyataan yang di dapat tidak sesuai.


Dear Alam,

Kembali kepadamu aku berlari menghampiri, ditepi pantai, dipuncak gunung, dipematang sawah, hingga di keramaian metropolitan. 
Tapi......
dimana diriku yang ku mau ? aku seakan tidak mengenal aku, semua berubah menjadi apa dan dimana aku berada. dipantai, aku menjadi kerikil, pasir dan riak ombak. dipuncak gunung aku menjadi angin dan pucuk-pucuk pohon yang meronta karna "angin" dan itu pun diriku sendiri. Dipematang sawah, aku menjadi lumpur yang bercampur kotoran pupuk yang katanya dapat membuat subur, tapi pada dasarnya hanya akan hancur dan lebur. Di keramaian metropolitan pun aku menjadi penonton akan hiruk pikuknya keadaan, menjadi polusi yang meracuni diri.

Dear Alam,

langkahku tak kan terhenti karena aku, karna aku adalah alamku dan alamku adalah hidupku.
aku berjalan bersama alamku untuk membimbing hidupku menuju alamku yang alami.